Jumat, 28 Mei 2010

taenia saginata


nih sedikit pengetahuan tentang taenia saginata, saya copy dari dosen saya... inget ni bukan tulisan saya..tapi dosen saya,,,hhe... enjoy..


Taenia saginata



  1. Pendahuluan
Cestoda adalah salah satu klass dari phyllum Plathyehelminthes, yang merupakan salah satu kelompok parasit pada ikan dan juga pada manusia. Parasit ini menyebabkan kerugian secara ekonomi terutama pada penurunan kualitas hasil perikanan, dan dapat merugikan kesehatan manusia. Studi tentang parasit cestoda pada ikan yang berhubungan dengan siklus hidupnya dan kesehatan manusia telah banyak dilakukan di negara maju yang berada di daerah sub tropis.
Taenia saginata atau cacing pita sapi baru dapat teridentifikasi secara jelas setelah pada tahun 1782 berkat Goeze dan Leuckart. Pada saat itu diketahui adanya hubungan antara infeksi cacing Taenia saginata dengan larva sistisercus bovis yang ditemukan pada daging babi dan daging sapi. Hospes definitive dari cacing pita Taenia saginata adalah manusia, sedangkan hewan memamah biak dari keluarga Bovidae, seperti sapi dan kerbau adalah hospes perantaranya . Nama penyakitnya disebut taeniasis Taenia saginata . Taenia saginata bersifat kosmopolit. Paling banyak terdapat di daerah Afrika, Timur Tengah, Eropa Barat, Meksiko dan Amerika Selatan .
     Ukuran cacing ini tergolong dalam kategori besar. Ukuran tubuhnya yang panjang dapat mencapai 4 s.d. 12 meter. Terdiri dari kepala yang disebut skoleks, leher dan strobila yang merupakan rangkaian ruas-ruas proglotid sebanyak 1000 s.d. 2000 buah. Skoleks hanya berukuran 1 s.d. 2 milimeter, mempunyai empat batil isap dengan otot-otot yang kuat tanpa kait-kait. Bentuk leher sempit, ruas-ruas tidak jelas dan di dalamnya tidak terlihat struktur tertentu. Strobilus terdiri rangkaian proglotid yang teribagi menjadi tiga bagian, proglotid yang belum dewasa (immature), dewasa (mature) dan yang mengandung telur (gravid). Cacing pita termasuk sub kelas cestoda, kelas cestoidean, filum platyhelminthes. Cacing dewasanya menempati saluran usus vertebrata dan larvanya hidup di jaringan vertebrata dan invertebrate. Bentuk badan cacing dewasa memanjang menyerupai pita. Bentuknya pipih dorsoventral, tidak mempunyai alat cerna atau saluran askular dan biasanya terbagi menjadi segmen-segmen yang disebut proglotid yang apabila dewasa nanti, akan berisi alat-alat reproduksi baik jantan maupun betina. Ujung-ujung bagian anterior berubah menjadi sebuah alat pelekat, disebut skoleks. Skoleks dilengkapi dengan alat penghisap dan kait-kait. Spesies penting yang dapat menimbulkan kelainan pada manusa umumnya adalah : Diphyllobothrium latum, Hymenolepis nana, Echinococcus granulosus, Echinococcus multilocularis, Taenia saginata, dan Taenia solium.Sifat-sifat umum untuk sub kelas ini antara lain, badan cacing dewasa yang terdiri dari skoleks, leher dan strobila. Skoleks yaitu kepala yang merupakan alat untuk melekatkan, dilengkapi dengan batil isap atau dengan lekuk isap. Leher yaitu tempat pertumbuhan badan. Dan strobila merupakan badan yang terdiri atass segmen-segmen yang disebut proglotid. Tiap proglotid dewasa mempunyai susunan alat kelamin jantan dan betina yang lengkap, keadaan ini disebut hermafrodit.

  1. Daur Hidup
Sebuah proglotid gravid berisi kira-kira 100.000 buah telur. Pada saat proglotid terlepas dari rangkaiannya dan menjadi koyak, terdapat cairan putih susu yang mengandung banyak telur mengalir keluar dari sisi anterior proglotid tersebut, terutama jika proglotid berkontraksi pada saat bergerak. Telur-telur ini akan melekat pada rumput bersama dengan tinja, bila orang berdefekasi di padang rumput atau karena tinja yang hanyut dari sungai pada saat banjir. Ternak yang makan rumput ini akan terkontaminasi dan dihinggapi cacing gelembung, karena telur yang tertelan bersama rumput tersebut akan dicerna dan embrio heksakan akan menetas di dalam tubuh ternak. Embrio heksakan yang menetas di saluran pencernaan ternak akan menembus dinding usus, masuk ke saluran getah bening atau darah dan ikut dengan aliran darah ke jaringan ikat di sela-sela otot untuk tumbuh menjadi cacing gelembung yang disebut sistiserkus bovis, yaitu larva Taenia saginata yang terbentuk setelah 12 s.d. 15 minggu.
Bila cacing gelembung yang ada di otot hewan ini termakan oleh manusia, karena proses pemasakan yang tidak atau kurang matang, maka skoleknya akan keluar dari cacing gelembung dengan cara evaginasi. Skolek akan melekat pada mukosa usus halus seperti jejunum. Cacing Taenia saginata dalam waktu 8 s.d. 10 minggu akan menjadi dewasa.
Telur dilepaskan bersama proglotid atau tersendiri melalui lubang uterus. Embrio di dalam telur disebut onkosfer berupa embrio heksakan yang tumbuh menjadi bentuk infektif dalam hospes perantara. Infeksi terjadi jika menelan larva bentuk infektif atau menelan telur. Pada Cestoda dikenal dua ordo, yang pertama Pseudophyllidea dan yang kedua adalah Cyclopyllidea.

  1. Patologi dan Gejala Klinis
Gejala yang sering muncul pada penderita cacing pita Cestoda adalah perut mulas tanpa sebab, nafsu makan menurun, mual, kekurangan gizi, berat badan menurun. Telur cacing pita babi bisa menetas di usus halus, lalu memasuki tubuh atau struktur organ tubuh., sehingga muncul penyakit Cysticercosis, cacing pita cysticercus sering berdiam di jaringan bawah kulit dan otot, gejalanya mungkin tidak begitu nyata ; tetapi kalau infeksi cacing pita Cysticercus menjalar ke otak, mata atau ke sumsum tulang akan menimbulkan efek lanjutan yang parah.
Infeksi oleh cacing pita genus Taenia di dalam usus biasanya disebut Taeniasis. Ada dua spesies yang sering sebagai penyebab-nya, yaitu Taenia solium dan Taenia saginata. Menurut penelitian di beberapa desa di Indonesia, angka infeksi taenia tercatat 0,8–23%., frekuensinya tidak begitu tinggi. Namun demikian, cara penanganannya perlu mendapat perhatian, terutama kasus-kasus taeniasis Taenia solium yang sering menyebabkan komplikasi sistiserkosis.
Cara infeksinya melalui oral karena memakan daging babi atau sapi yang mentah atau setengah matang dan me-ngandung larva cysticercus. Di dalam usus halus, larva itu menjadi dewasa dan dapat menyebabkan gejala gastero- intestinal seperti rasa mual, nyeri di daerah epigastrium, napsu makan menurun atau meningkat, diare atau kadang-kadang konstipasi. Selain itu, gizi penderita bisa menjadi buruk se-hingga terjadi anemia malnutrisi. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan eosinofilia. Semua gejala tersebut tidak spesifik bahkan sebagian besar kasus taeniasis tidak menunjukkan gejala (asimtomatik).
Cacing dewasa Taenia saginata biasanya menyebabkan gejala klinis yang ringan, seperti sakit ulu hati, perut merasa tidak enak, mual, muntah, mencret, pusing atau gugup. Gejala-gejala tersebut disertai dengan ditemukannya proglotid cacing yang bergerak-gerak lewat dubur bersama dengan atau tanpa tinja. Gejala yang lebih berat dapat terjadi, yaitu apabila proglotid menyasar masuk apendiks, atau terdapat ileus yang disebabkan obstruksi usus oleh strobilla cacing. Berat badan tidak jelas menurun. Eosinofilia dapat ditemukan di darah tepi.
Meskipun infeksi ini biasanya tidak menimbulkan gejala, beberapa penderita merasakan nyeri perut bagian atas, diare dan penurunan berat badan. Kadang-kadang penderita bisa merasakan keluarnya cacing melalui duburnya.

  1. Diagnosis
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan ditemukannya cacing di dalam tinja. Sepotong selotip ditempelkan di sekeliling lubang dubur, lalu dilepas dan ditempelkan pada sebuah kaca obyek dan diperiksa dibawah mikroskop untuk melihat adanya telur parasit. Melalui mikroskop memeriksa sample tinja apakah ada telur cacing parasit, ookista protozoa dan takizoit.
Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis: penderita pernah mengeluarkan benda pipih berwarna putih seperti “ampas nangka” bersama tinja atau keluar sendiri dan bergerak-gerak. Benda itu tiada lain adalah potongan cacing pita (proglotid). Cara keluarnya proglotid Taenia solium berbeda dengan Taenia saginata. Proglotid Taenia solium biasanya keluar bersama tinja dalam bentuk rangkaian 5–6 segmen. Sedangkan Taenia saginata, proglotidnya keluar satu-satu bersama tinja dan bahkan dapat bergerak sendiri secara aktif hingga keluar secara spontan.

  1. Pemeriksaan laboratorium
Secara makroskopis (melihat tanpa menggunakan alat), yang diperhatikan dalam hal ini adalah bentuk proglotidnya yang keluar bersama tinja. Bentuknya cukup khas, yaitu segiempat panjang pipih dan berwarna putih keabu-abuan.
Pemeriksaan secara mikroskopis untuk mendeteksi telurnya dapat dikerjakan dengan preparat tinja langsung (directsmear) memakai larutan eosin. Cara ini paling mudah dan murah, tetapi derajat positivitasnya rendah. Untuk mendapatkan hasil positivitas yang lebih tinggi, pemeriksaan dikerjakan dengan metoda konsentras (centrifugal flotation) atau dengan cara perianal swab memakai cellophane tape.
Gambar 5: Proglotid mature/gravid Taenia saginata
Jika hanya menemukan telur dalam tinja, tidak bisa dibedakan taeniasis Taenia solium dan taeniasis Taenia saginata. Agar dapat membedakannya, perlu mengadakan pemeriksaan scolex dan proglotid gravidnya. Scolex dan proglotid gravid dibuat preparat permanen diwarnai dengan borax carmine atau trichrome, kemudian dilihat di bawah mikroskop. Dengan memperhatikan adanya kait-kait (hooklet) pada scolex dan jumlah percabangan lateral uterusnya, maka dapat dibedakan spesies Taenia solium dan Taenia saginata. Pada scolex Taenia solium terdapat rostellum dan hooklet, sedangkan pada Taenia saginata tidak terdapat. Percabangan lateral uterus Taenia solium jumlahnya 7–12 buah pada satu sisi, dan Taenia saginata 15-30 buah.
Ada cara yang lebih sederhana untuk memeriksa proglotid gravid, yaitu dengan memasukkan proglotid itu ke dalam larutan carbolxylol 75%. Dalam waktu satu jam, proglotid menjadi jernih dan percabangan uterusnya tampak jelas. Cara lainnya yang paling sederhana dan gampang dikerjakan ialah dengan menjepitkan proglotid yang masih segar di antara dua objek gelas secara pelan dan hati-hati. Proglotid akan tampak jernih dan percabangan uterusnya yang penuh berisi telur tampak keruh. Pemeriksaan bisa gagal apabila percabang- an uterusnya robek dan semua telurnya keluar .

  1. Pengobatan
Cara pengobatan berbagai penyakit parasit usus berbeda, harus memakai obat cacing menurut resep dokter. Obat-obat untuk memberantas cacing pita dapat digolongkan menjadi dua, yaitu taeniafuge dan taeniacide. Taeniafuge ialah golongan obat yang menyebabkan relaksasi otot cacing sehingga cacing menjadi lemas. Contohnya: kuinakrin hidroklorid (atabrin), bitionol dan aspidium oleoresin. Pemakaian obat ini mutlak memerlukan purgativa untuk mengeluarkan cacingnya. Sedangkan taeniacide adalah golongan obat yang dapat membunuh cacing. Contohnya: niklosamid (yomesan), mebendazol dan diklorofen. Pemakaian obat ini tidak mutlak memerlukan purgativa.
Tujuan pengobatan taeniasis ialah untuk mengeluarkan semua cacing beserta scolex-nya dan juga mencegah terjadinya sistiserkosis, terutama pada kasus taeniasis Taenia solium. Obat-obat yang kini lazim dipakai adalah niklosamid dan mebendazol. Sedangkan kuinakrin hidroklorid dan aspidium oleoresin walaupun cukup efektif, tetapi karena bersifat toksik maka sekarang jarang dipakai. Selain itu, ada beberapa obat tradisional yang cukup ampuh buat membasmi cacing pita, yaitu biji labu merah dan getah buah manggis muda.
Niklosamid hingga saat ini masih dianggap obat paling baik untuk taeniasis dari segi efektivitasnya. Obat tersedia dalam bentuk tablet 500 miligram. Dosis dan cara pemberian: 2 gram dibagi dua dosis dengan interval pemberian 1 jam. Obat harus dikunyah sebelum diminum. Dua jam setelah pemberian obat, penderita diberi minum purgativa magnesiumsulfat 30 gram untuk mencegah terjadinya sistiserkosis. Keuntungan dari obat ini ialah tidak memerlukan persiapan diet ataupun puasa, dan efek sampingnya juga ringan. Namun menurut pengalaman penulis, efektivitas obat ini akan lebih baik apabila penderita dipuasakan sebelum meminumnya. Angka kesembuhan tercatat 95% lebih. Kerugiannya: obat ini tidak beredar resmi di pasaran sehingga sulit didapatkan. Di samping itu harganya pun mahal.
Agaknya mebendazol merupakah salah satu taeniacide yang mempunyai masa depan cerah dan kini masih dalam penyelidikan. Mebendazol adalah anthelmintik berspektrum lebar. Dosisnya 300 miligram dua kali sehari selama tiga hari berturut-turut. Dua hari setelah pengobatan, penderita diberi minum purgativa magnesiumsulfat 30 gram, terutama pada kasus taeniasis Taenia solium untuk mencegah terjadinya sistiserkosis. Menurut beberapa hasil penelitian, angka kesembuhan tercatat 50 — 100%. Dilaporkan pula bahwa efek samping obat ini sangat ringan. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik, beberapa peneliti menganjurkan dosis lebih tinggi (sampai 1200 miligram per hari selama lima hari). Praktek pengobatan taeniasis dengan mebendazol cukup memuaskan. Namun beberapa peneliti masih menyangsikan keampuhan mebendazol, bahkan ada yang melaporkan gagal sama sekali. Dengan demikian, efektivitas mebendazol pada taeniasis masih perlu diselidiki lebih lanjut (Ketut Ngurah, 1987). Tinja diperiksa kembali setelah 3 dan 6 bulan untuk memastikan bahwa infeksi telah terobati.
Obat alternative untuk infeksi tenia ada yang dalam bentuk obat alami. Obat alami atau obat tradisional ini antara lain dengan mengkonsumsi biji labu merah, biji pinang dan lain-lain.

  1. Pencegahan
Cara untuk mencegah agar tidak menderita gangguan yang disebabkan oleh Taenia saginata antara lain sebagai berikut :

  • Tidak makan makanan mentah (sayuran,daging babi, daging sapi dan dagiikan), buah dan melon dikonsumsi setelah dicuci bersih dengan air.

  • Minum air yang sudah dimasak mendidih baru aman.

  • Menjaga kebersihan diri, sering gunting kuku, membiasakan cuci tangan menjelang makan atau sesudah buang air besar.

  • Tidak boleh buang air kecil/besar di sembarang tempat, tidak menjadikan tinja segar sebagai pupuk; tinja harus dikelola dengan tangki septik, agar tidak mencemari sumber air.

  • Di Taman Kanak Kanak dan Sekolah Dasar harus secara rutin diadakan pemeriksaan parasit, sedini mungkin menemukan anak yang terinfeksi parasit dan mengobatinya dengan obat cacing.

  • Bila muncul serupa gejala infeksi parasit usus, segera periksa dan berobat ke rumah sakit.

  • Meski kebanyakan penderita parasit usus ringan tidak ada gejala sama sekali, tetapi mereka tetap bisa menularkannya kepada orang lain, dan telur cacing akan secara sporadik keluar dari tubuh bersama tinja, hanya diperiksa sekali mungkin tidak ketahuan, maka sebaiknya secara teratur memeriksa dan mengobatinya.

  1. Epidemiologi
Cacing Taenia saginata sering ditemukan di Negara yang penduduknya banyak makan daging sapi atau kerbau. Cara penduduk memakan daging tersebut yaitu matang, setengah matang atau bahkan mentah sama sekali tanpa proses pemasakan. Cara makan dan cara memelihara ternak inilah yang kemudia menjadi berperan dalam proses terjadinya infeksi cacing Taenia. Ternak yang dilepas di padang rumput lebih mudah dihinggapi cacing gelembung tersebut, daripada ternak yang dipelihara dan dirawat dengan baik di kandang secara tertutup. Pencegahan dapat dilakukan antara lain dengan cara mendinginkan daging yang akan dikonsumsi sampai suhu -10 derajat Celsius, iradiasi dan memasak daging sampai matang.
DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2009. Bahan penyuluhan pencegahan penyakit parasit usus yang sering Terjadi. http://www.cdc.gov.tw/public/attachment/821314143071.pdf.

Anonym. 2009. Taenia solium. Http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.kkict.org/~kkhealth/picture/taenia_lifecycle.gif&imgrefurl=http://www.kkict.org/~kkhealth/pagehome/taenia_solium.html&usg=__i5ftrvugt518th2cdyrxfpdrww8=&h=435&w=586&sz=22&hl=id&start=1&um=1&tbnid=mg6dp1-zjgbjum:&tbnh=100&tbnw=135&prev=/images%3fq%3dtaenia%2bsaginata%26hl%3did%26sa%3dx%26um%3d1

Gunarto latama. 2009. Cestoda: parasit cacing pada ikan dan  ke manusia.

Ketut ngurah. 1987. Taeniasis dan sistiserkosis. Http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_taeniasisdansistiserkosis.pdf/10_taeniasisdansistiserkosis.html

Nur cahyo. 2009. Infeksi cacing pita sapi. Http://www.indonesiaindonesia.com/f/11346-infeksi-cacing-pita-sapi/

Srisasi gandahusada, dkk. 2006. Parasitologi kedokteran. Jakarta : fakultas kedokteran ui edisi ketiga.

 
 

1 komentar: